Sejarah dan Asal Usul Kota Jasinga


Nama Jasinga ditinjau secara autentik yaitu menunjuk pada naskah-naskah kuno atau kajian sejarah Sunda, terdapat Jayasinghapura yang berarti gerbang kemenangan yang didirikan oleh Raja Taruma I (Jayasinghawarman).

Dalam naskah sejarah yang ditulis dan dirangkum oleh Panitia Wangsakerta Panembahan Cirebon, nama Jasinga terdapat dalam sejarah Lontar sebagai tempat rujukan untuk melengkapi Kitab Negara Kretabhumi yang disusun untuk pedoman bagi raja-raja nusantara.

Kitab itu disusun selama 21 tahun (1677-1698 M) pada masa-masa genting yaitu beralihnya raja-raja di Nusantara ke dalam penjajahan Belanda. Lontar itu berjudul ”Akuwu Desa Jasinga”.

Dulu Jasinga meliputi batas-batas, Sajira di sebelah Barat, Tangerang di sebelah Utara, Bayah di sebelah Selatan dan Cikaniki di sebelah Timur. Berlalunya waktu, Jasinga kini berbatasan dengan Cipanas, Tenjo, Parung Panjang, dan Cigudeg. Oleh orang-orang tua dulu Jasinga disebut juga Bogor-Banten, bahkan juru pantun terkenal Sunda yaitu Aki Buyut Baju Rambeng berasal dari daerah Bogor-Banten atau yang tinggal di daerah Pegunungan Tonggoheun Jasinga. Disebut Bogor-Banten karena posisiya berbatasan langsung dengan wilayah Banten. Tidak hanya sebatas wilayah tetapi ditinjau dari budaya, perilaku serta dialek bahasa mirip sekali dengan masyarakat Banten yang sebagian tidak terpengaruh dengan budaya Priangan.

Kini Jasinga termasuk wilayah administrasi Kabupaten Bogor.Mengenai asal usul nama Jasinga sendiri hingga kini masih terdapat berbagai versi.

Ada beberapa versi mengenai asal usul nama Jasinga antara lain :

 1. Mitos seekor Singa yang melegenda, jelmaan dari tokoh-tokoh Jasinga. Pendapat ini dikaitkan bahwa nama Jasinga dikaitkan dengan riwayat atau cerita yang dituturkan oleh para sesepuh Jasinga seperti Wirasinga, Sanghyang Mandiri dan Pangeran Arya Purbaya dari Banten. Dalam setiap hidupnya serta perjuangannya mempunyai wibawa seperti seekor singa, bahkan sempat berwujud menjadi seekor Singa. Perwujudan Singa tersebut membuat orang disekitar yang melihatnya menjadi terkejut dan kagum. Dan setiap orang yang melihat akan mengucapkan “Eeh.. Ja.. Singa eta mah”. Kata “Ja” menjadi kata identitas tersendiri di Jasinga yang berguna untuk memperjelas kata atau kalimat berikutnya. Seperti ”Da” di sunda Priangan.

2. Pembukaan lahan yang dilakukan oleh Wirasinga, hingga nama lahan tersebut dijadikan nama Jasinga atas jasa Wirasinga. Pendapat kedua meyakini bahwa Wirasinga keturunan Sanghyang Mandiri (Sunan Kanduruan Luwih) membuka lahan di Pakuan bagian barat (Ngababakan lembur anyar). Nama daerah tersebut dinamakan Jasinga oleh Sanghyang Mandiri serta menobatkan Wirasinga sebagai penguasa baru Jasinga atau sebagai Jaya Singa. Seperti Jakarta yang berasal dari nama Jaya Karta dengan salah satu pemimpinnya yaitu Pangeran Jaya Wikarta.

3. Jayasingharwarman (358-382 M) Raja Tarumanagara I yang mendirikan Ibukota dengan nama Jayasinghapura. Pendapat ketiga cukup menarik karena mengacu pada sejarah autentik bahwa Jasinga berasal dari kata Jayasingha. Diceritakan bahwa seorang Reshi Salakayana dari Samudragupta (India) dikejar-kejar oleh Candragupta dari Kerajaan Magada (India), hingga akhirnya mengungsi ke Jawa bagian barat. Ketika itu, Jawa bagian barat masih dalam kekuasaan Dewawarman VIII (340-362 M) sebagai raja dari kerajaan Salakanagara. Jayasinghawarman menikah dengan Putri Dewawarman VIII yaitu Dewi Iswari Tunggal Pertiwi, dan mendirikan ibukotanya Jayasinghapura lalu mendirikan kerajaan Tarumanegara. Jayasinghawarman (358-382 M) bergelar Rajadiraja Gurudharmapurusa wafat di tepi kali Gomati (Bekasi). Ibukota Jayasinghapura dipindahkan oleh Purnawarman Raja Taruma III (395-434 M) ke arah pesisir dengan nama Sundapura.

4. Dua dari tujuh ajaran Sanghyang Sunda yaitu Gajah Lumejang dan Singa Bapang yang digabungkan menjadi Jasinga. Pendapat terakhir bahwa Jasinga berasal dari kata Gajah Lumejang Singa Bapang. Dua dari tujuh ajaran Sanghyang Sunda sekaligus menetapkannya sebagai suatu tempat komunitas Sunda. Tujuh ajaran tersebut yaitu : Pangawinan (Pedalaman Banten), Parahyang (Lebak Parahyang), Bongbang (Sajira), Gajah Lumejang (Parung Kujang-Gn. Kancana), Singa Bapang (Jasinga), Sungsang Girang (Bayah), Sungsang Hilir (Jampang-Pelabuhan Ratu).

Terlepas dari semua pendapat di atas, beberapa orang sependapat bahwa singa adalah suatu perlambang (hermeneutika) kewibawaan, kejujuran, ketegasan, kemenangan walaupun hanya diceritakan dalam mitos dan legenda. 


Follow Us:

Instagram : @atturats_official

Facebook : @At- Turats

Blog : At- Turast Official


Penulis: Hasanudin





Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mbah Mayang Madu: Pejuang Agama Asli Lamongan

Mengenal Menara Siger, Ikon Kebanggaan Masyarakat Lampung

Setetes Biografi Syekh Jamaluddin Subang